Ruang MES 56

Land of the Free by Steve Schofield

In Portfolio, Project on January 22, 2009 at 12:18 am

scifi007

Statement

My practice is concerned with exploring the fascination that the British public has with American popular culture and the sub-cultural world of fandom. In the images, I have shown people in their own homes and environments wearing costumes that they would be dressed in to attend events with other like-minded individuals. It seeks to offer a glimpse into seemingly ordinary lives of my subjects and allows the private to become public. The work hints at the depth of people’s fantasies and the methods they employ to adopt this culture as part of their own lifestyle as a means of escapism.

The work makes a political reference to globalisation and America’s ongoing ability to infiltrate all cultures via various channels of media. Much of daily life is influenced by ‘Americanisms’ whether through language, food or fashion, which can often be traced back to music videos, the Hollywood film industry, advertising and American sit-coms.
By working in the individual’s homes and personal spaces, I have sought to present my sitters in a their very British ‘found’ environments and to allow the viewer to evaluate the juxtaposition of cultures and how neither appear to sit comfortably with each other. Although presented in the context of their homes and personal environments, a certain amount of vulnerability and discomfort radiates from the sitters and is passed onto the viewer. Not quite in full character, they seem at odds with their surroundings. The work is intend to make the viewer question the perception that others have of themselves as much as they allow us to question our perception of others.

The title of the work (Land of The Free) refers to the American Anthem, and makes reference to Archibald MacLeish’s 1938 book of FSA photographs. It also refers to a degree of irony when talking about personal ‘freedoms’ when one would choose
to ‘copy’ the look of cowboys, sci-fi characters and pop stars. I want the viewer to see the relation to ideology; here are the effects of American mass-culture; consumed and re-enacted by British people in my photographs.

I seek to make the images on my own terms. I aim to marry the two genres of portraiture and documentary. I want to take documentary photography out of the context of realism, and encourage the viewer to ask questions about the politics within the image and question the implications of documentary photography being perceived as a true representation of reality.
scifi0221

Usaha saya berhubungan dengan dengan pengeksplorasian antusiasme rakyat Inggris terhadap kebudayaan pop Amerika dan dunia ke-penggemaran sub-kultural lainnya.  Dalam imaji-imaji tersebut, saya memaparkan subyek-subyek saya di rumah dan lingkungan mereka sendiri, dengan kostum yang mungkin mereka pakai dalam event-event yang mereka hadiri dengan individu-individu lain yang sepemikiran. Tujuannya adalah untuk menawarkan pandangan lain terhadap kehidupan sehari-hari subyek-subyek saya, sehingga dengan demikian, memindahkan yang sebelumnya privat ke ranah publik. Karya ini meng-implor fantasi dari banyak orang dan metode yang mereka pakai untuk mengadopsi budaya tersebut ke dalam kehidupan mereka sebagai suatu upaya pelarian.

Karya tersebut secara politis menyorot pula pada globalisasi dan kemampuan Amerika yang canggih dalam menginfiltrasi budaya-budaya lain lewat sarana yang tak terbilang banyaknya. Tak terhitung banyaknya kehidupan sehari-hari yang telah dipengaruhi oleh “Amerikanisme” entah itu lewat bahasa, makanan atau fashion yang, seringnya, dapat dilacak kembali ke video-video musik, industri film Hollywood, advertising atau komedi situasi-komedi situasi yang menjadi sumbernya.

Dengan bekerja baik di rumah atau lingkungan pribadi dari subyek-subyek saya, saya bertujuan untuk menempatkan mereka dalam lingkungan yang benar-benar “inggris” dan mempersilahkan para pemirsa karya itu untuk menilai sendiri juxtaposisi dari dua kebudayaan tersebut dan bagaimana, sebenarnya, keduanya tidak begitu cocok satu sama lain. Walaupun telah ditempatkan di lingkungannya sendiri, sejumlah kekosongan dan ketidaknyamanan dari para subyek merembes keluar dan sampai kepada para pemirsa. Walaupun tidak seluruhnya, tetapi para subyek tampak sangat tidak sesuai dengan lingkungan mereka sendiri. Karya ini bertujuan untuk membuat para pemirsa mempertanyakan kembali persepsi yang dimiliki orang lain terhadap pribadi masing-masing sama banyaknya dengan mempertanyakan persepsi kita sendiri terhadap orang lain.

Judul karya tersebut (Land of The Free), mengacu pada lagu kebangsaan Amerika Serikat, dan mengambil referensi dari buku foto FSA karya Archibald MacLeish di tahun 1938. Karya ini juga mengangkat ironi dari keberadaan “kebebasan” pribadi ketika seseorang malah cenderung untuk “meng-kopi” penampilan dari koboi-koboi, karakter-karakter sains-fiksi atau pop-star. Saya ingin para penikmat karya saya untuk mengenali adanya relasi terhadap ideologi: Inilah pengaruh kultur massa Amerika; dikonsumsi dan diwujudkan kembali oleh rakyat Inggris, lewat foto-foto saya.Saya bertujuan untuk membuat imaji menurut kehendak saya sendiri. Tujuan saya adalah untuk mengawinkan dua genre fotografi, potret dengan dokumenter. Saya ingin membawa genre fotografi dokumenter ke dalam konteks realisme, dan mendorong para pemirsa untuk mempertanyakan segi politik dari imaji-imaji tersebut dan mempertanyakan implikasi yang muncul ketika fotografi dokumenter dipakai sebagai representasi dari realitas yang sebenarnya . (alih bahsa: Dion Wicaksono)

for full information about the artist just click >> http://www.steveschofield.co.uk/

  1. ah, budaya amerika menurut saya tidak berbahaya jika hanya sekedar pop ikon. setiap negara berhak untuk mengembangkan budayanya. tapi dalam kasus ini, ini hanya kesombongan inggris yang merasa bahwa mereka (sangat) berbudaya dengan peradabannya, begitu juga dengan indonesia. namun asal tahu saja… sebenarnya indonesia pun mengalami akulturisasi dengan budaya hindu, islam, sampai sampai ketika saya punya anak pun bingung… mau kasih nama yang “ngindonesia” eee.. jatuh-jatuhnya sansekerta juga..atau pingin yang islami, jatuhnya ke arab-arab-an juga namanya.

    jadi jika amerika bisa mem-budayakan budaya pop nya itu semua karena kondisi masyarakat yang ada sekarang disana TIDAK punya budaya.. yang berbudaya justru para Siouxsie, apache, atau mohican, atau bangsa (yang disebut) kaum indian yang indian-pun namanya ngawur karena ketika columbus datang ke amerika, mereka mengira bahwa mereka sudah tiba di sebuah kawasan bangsa india yang sudah mereka dengar budaya-nya terlebih dahulu. jadi ya salut untuk amerika yang berhasil menciptakan budaya baru yaitu : pop kultur.

  2. Oww…Terima kasih, mas bachox. pertanyaan berikutnya menjadi, penting nggak, negara itu dengan batas-batas wilayahnya??

Leave a comment